Langsung ke konten utama

Cerita Pendek





*Kasih Tulus Seorang Ibu*
Karya : Azizah Wildani

       Adzan maghrib pun berkumandang, anak dari Pak Gio dan Bu Indah pun belum juga pulang. “Yah, kemana si Putra, sudah maghrib begini belum juga pulang !”,kata Ibu. “Paling masih main ke rumah aldo bu”,sahut pak Gio. “Tapi ibu khawatir yah !”,jawab ibu sambil mondar-mandir tidak ada tujuan. Tiba-tiba .. Jedarrr..!! suara pintu yang di tendang Putra, “Putra, apa-apaan kamu !!”,kata Ayah Putra menahan amarah. “Ayah, kapan Putra beli motor? Teman-teman Putra sudah pada punya yah!”,jawab Putra merengek. “Putra, sabar nak! Ayahmu juga lagi berusaha, hargailah usaha ayahmu, jadilah anak yang sopan !”, desak ibu sambil mengelus kepala Putra. “Ahh,” desah Putra dan lari ke kamar.
Keesokan harinya Putra bangun dari tidurnya, setelah menengok jam dan ternyata jam sudah menunjukkan pukul 07.00 WIB, Putra langsung lari ke kamar mandi sambil menyahut handuk di kamarnya. “Ah sial, kenapa harus kesiangan?” gumam Putra di dalam kamar mandi. Setelah selesai mandi Putra pun siap-siap pergi ke sekolah. Tanpa berpamitan kepada orang tuanya Putra pun langsung mengayuh sepedanya dengan cepat. “Dasar anak ga sopan!” gumam ayah, “Sudahlah yah namanya juga anak-anak”,sahut ibu, “Anak-anak bu? Putra sudah besar gak seharusnya dia di manjakan terus,dia sudah kelas 1SMA bu !”tangkas ayah.
Akhirnya Putra tiba di sekolah, satpam sekolah baru saja menutup pintu gerbang sekolah SMA 3 Bogor. Putra diam-diam menyeludup gerbang sekolah yang masih ada sedikit renggangan, “Hey kamu ! Dasar anak nakal !”, bentak satpam sekolah. Putra pun langsung lari terbirit-birit menuju parkiran sekolah. Dia lalu masuk ke kelasnya dengan tanpa ada rasa malu dan bersalah dia langsung duduk di bangku sekolah. Guru Putra yang ada di kelas pun hanya menggelengkan kepala karena Putra memang sudah terkenal bandel di sekolahnya. Teng..teng..teng lantunan bel yang baru saja di pukul oleh Pak bon, Putra dan gengnya menuju kantin sekolah yang jaraknya tak begitu jauh dari kelas mereka. Putra membeli sebuah gelas air mineral dan satu macam jajan yang ada di kantin sekolah.
Siang pun berlalu setelah Putra pulang sekolah di jalan Putra menjumpai sekelompok preman yang menodong dirinya. “Heh berikan uang jajan lo !” kata salah satu preman. “Gue gak punya uang bang!” jawab Putra tongol. “iya gue tau lo anak orang miskin keliatan lo tuh kusut,Gue udah tau dari tampang lo!, tampang memelas,haha”, semua kelompok preman itu tertawa. Tanpa ada rasa takut Putra menjawab “Minggir bang gue mau lewat!”,”Berani lo ya sama gue, hajar !!” ucap salah satu preman mengajak preman lain untuk menghajar Putra. Putra pun di kroyok preman-preman jalan itu.
Dengan muka lembam-lembam Putra akhirnya tiba di rumah. “Putra, kenapa kamu nak?”ucap ibu cemas. “Di kroyok bang Jali noh sama temen-temennya bu !”sahut Putra sambil duduk di kursi ruang tamu. “Bentar ya nak, ibu ambilkan air hangat untuk kompres lukamu”.”Cepet bu jangan lama-lama sakit tauk!”,bentak Putra. Ibu Indah mengompres wajah anaknya yang lembam dengan penuh hangatnya dan ketulusan. Ibu Indah sangat sayang sekali kepada anak semata wayangnya, begitu juga dengan Pak Gio namun Pak Gio berwatak keras dan disiplin. Maka dari itu Pak Gio tidak suka jika Putra anaknya terlalu dimanjakan.
Prinsip hidup Pak Gio hanyalah sederhana tidak begitu suka dengan kemewahan, kebutuhan bapak tukang buruh ini hanyalah cukup untuk kebutuhan sehari-hari. Ibu Indah pun hanyalah tukang cuci yang setiap harinya berkeliling kampung untuk mengambil baju-baju yang harus di cucinya. Dengan perjuangan keras sepasang suami istri tersebut berusaha untuk menghidupi anaknya, mereka sangat menginginkan saat besar nanti anaknya sukses kelak. Tapi sayang dari awal mereka salah mendidik anak mereka sehingga Putra terlahir menjadi anak yang nakal dan manja. Semua keinginan harus dituruti, walau kadang dapat pukulan dari ayahnya namun Putra tak kapok-kapok untuk berhenti dari masalah-masalah yang sering ia perbuat entah di sekolah maupun di rumah. Entah dapat berubah atau tidak sifat Putra namun orang tua mereka hanya bisa berdoa dan berdoa supaya kelak anak mereka dapat menjadi anak yang baik dan solehah.
Suatu saat Putra berangkat extra kulikuler sepak bola, yang seminggu sebelumnya ia mendaftar menjadi anggota klub sepak bola di sekolahnya. Semangat Putra untuk menjadi pemain sepak bola terlontarkan ketika dia mengayuh sepedanya dengan cepat. Walau teman-temannya sering segan dengan kelakuan nakal Putra. Namun mereka tetap solid untuk menjaga keutuhan tim mereka. Maghrib pun tiba, berhentilah mereka berlatih bola dan Putra pun pulang menuju rumah dengan menenteng sepatu bola yang dimilikinya. Saat Putra belok menuju gang rumahnya tanpa tersadar tiba-tiba Gubrakkkk.. sebuah mobil besar menabrak Putra yang berada ditengah-tengah jalan. Putra pun terlempar jauh dari mobil yang menabraknya dan tubuhnya menghantam pohon besar yang ada di pinggir jalan. Mobil itu pun berhenti dan terlihat Putra tergeletak di pinggir jalan dengan darah berceceran cukup banyak.Putra pun sudah tidak sadarkan diri. Orang yang mengendarai mobil itupun segera mencari pertolongan warga. Warga  pun sudah banyak mengenal Putra sebelumnya, sehingga warga cepat memanggil orang tuanya yang sedang menunggu Putra kembali ke rumah. Dibawanya tubuh Putra yang berlumut darah ke rumah sakit.
Setibanya di rumah sakit, pihak rumah sakit pun langsung menanganinya . Ibu dan Ayah Putra pun sangat cemas dengan keadaan Putra yang sedang berada di ruang ICU. “Yah, bagaimana ini, aku takut terjadi sesuatu terhadap Putra yah”,alih ibu Indah mengawali pembicaraan ditengah  ketegangan seluruh orang yang mencemaskan keadaan Putra. “Sabar bu, kita hanya bisa berdoa agar nyawa anak kita bisa terselamatkan bu, bapak juga khawatir bu, walau bapak sering keras terhadap Putra tetapi bapak sayang sekali sama Putra bu,”sahut Pak Gio sambil memeluk dan membelai istriya dengan penuh kasih. “Tapi pak, bagaimana kita bisa membiayayai seluruh tanggungan rumah sakit ini”, “Tenang bu, saya akan membiayayai seluruh biaya pengobatan anak ibu dan bapak, itu sudah tanggung jawab saya bu, pak !”, kata seseorang yang memutus pembicaraan pasangan suami istri tersebut. Dan ternyata orang itu adalah orang yang menabrak Putra dan dia bersedia membantu seluruh biaya pengobatan Putra, orang tersebut bisa di katakan orang kaya karena ia adalah direktur utama sebuah perusahaan yang ada di Jakarta Utara, jadi dia mampu membayar seluruh pengobatan Putra.

Tiba-tiba seorang suster keluar dari ruang ICU. Tanpa berpikir panjang, pak Gio bertanya kepada suster bagaimana keadaan putranya tersebut. Namun kata suster kemungkinan Putra untuk bertahan hidup tidaklah banyak. Dan harus segera mengoprasinya. Waktu pembicaraan pak Gio kepada suster tersebut tak banyak. Suster harus menyelesaikan tugasnya dan meninggalkan pak Gio yang masih bertanya-tanya. Ibu Indah pun menghampiri suaminya dan bertanya “Bagaimana keadaan anak kita pak?”. Pak Gio hanya membenamkan kepala istrinya di dadanya. Beliau tak sanggup menjawab pertanyaan istrinya karena takut istrinya syok.
Detik demi detik pun berlalu, sudah 3 jam mereka menunggu penanganan dokter. Dokter akhirnya keluar dari ruangan dan memanggil ayah korban untuk bicara lebih serius di ruangan dokter. Pak Gio masuk ke ruang dokter dan duduk mendengar penjelasan dokter. Dokter mengatakan bahwa penyakit yang di derita Putra sangat serius bahkan dapat menyebabkan kematian. Ada 2 yang di alami Putra, Putra mengalami kontusio serebri(gagar otak)  sehingga menyebabkan pendarahan yang cukup serius di bagian hidung dan telinga Putra dan juga pembuluh darah yang terdapat di salah satu ginjal Putra mengalami kebocoran sehingga secepatnya Putra harus mendapatkan pendonor ginjal namun jika tidak nyawa Putra tak dapat di selamatkan.
Dengan wajah yang menampakkan kesedihan, Pak Gio keluar dari ruang dokter. Bu indah pun langsung menghampirinya. Apa boleh buat, akhirnya pak Gio menceritakan semua yang di alami putranya kepada istrinya walau berat. Mendengar cerita suaminya bu Indah pun pinsan beberapa saat. Setelah sadar bu Indah mengatakan sesuatu terhadap suaminya. Bu Indah bermaksud mendonorkan salah satu gijalnya terhadap putranya, namun pak Gio menolaknya. Tapi bu Indah bersikeras untuk mendonorkannya karena ia tidak ingin kehilangan putra satu-satunya. Beliau sangat sayang terhadap Putra. Walau berat akhirnya pak Gio setuju dengan usulan istrinya tersebut.
Operasi pun segera dilaksanakan, bu Indah siap dengan keadaan apapun demi anaknya. Bu Indah sudah mengenakan pakaian serba hijau dan terlentang di ranjang rumah sakit. Bu Indah memanggil suaminya untuk memberikan sepucuk surat untuk Putra dan dirinya. Perlahan ranjang terdorong masuk keruang operasi. Dengan melambaikan tangan terhadap suaminya, dalam hati bu Indah mengatakan bahwa dia sangat sayang anak dan suaminya.
Hampir 6 jam operasi belum juga selesai, pak Gio dan orang yang menabrak Putra terlihat panik dan senantiasa memanjatkan doa kepada Tuhan. Krekk.. pintu operasi terbuka. Dengan raut kesedihan dokter keluar dari ruangan dan memberitahukan bahwa operasi ginjal ke dalam tubuh Putra berhasil. Namun sangat disayangkan nyawa bu Indah pun tak dapat diselamatkan. Saat pengambilan ginjal bu Indah mengalami pendarahan hebat, dan membutuhkan darah yang cukup banyak. Namun waktu sangat singkat, nyawa bu Indah lebih dulu di ambil oleh yang Maha Kuasa. Pak Gio tak sanggup menahan tetesan air mata. Dia sangat bersalah tak dapat menjaga istrinya. Pihak rumah sakit pun meminta maaf, dengan segala usaha penanganannya tak dapat menolong bu Indah yang kini telah tiada.
Terik matahari membangunkan Putra dari komanya, akhirnya ia dapat melihat dunia kembali setelah hampir sebulan ia tak sadarkan diri. Pak Gio langsung memeluknya, beliau bersyukur anak satu-satunya masih dapat hidup menemaninya. “Ayah,”kata pertama di ucapkan Putra. “Iya nak,” jawab pak Gio berlinang air mata. “Ibu.. ibu kemana yah?” panggilan putra untuk ibunya. Pak Gio menceritakan semua yang berlalu. Putra merasa bersalah sekali karna selama ini Putra tak patuh kepada ibunya, sering membentak-bentak ibunya, dan membengkang semua perkataan ibunya. Putra pun mejerit “Ibuuuu... Ibuuuuuu.. maafkan Putra ibuu.. Putra tak pernah mau mendengar perkataan ibu.. ibuu!! Hikhikhik”. Pak Gio memeluknya erat-erat seakan tak mau kehilangan orang yang di sayang kedua kalinya. “Oya nak, ayah punya surat dari ibumu untuk kita berdua. Surat ini di berikan ibumu sebelum operasi di laksanakan.” Kata pak Gio. Isi surat tersebut tidak lain :

Untuk :Ayah Gio dan Putra
Yah, Putra, ibu cinta kalian, maafkan ibu jika suatu saat ibu tinggalkan kalian, untuk Putra jangan nakal lagi ya nak, buatlah ibu dan bapakmu bangga, ibu telah mendonorkan salah satu ginjal ibu kepadamu tolong jaga baik-baik ya ginjal ibu? Ibu akan selalu ada untukmu, ibu ada di hatimu nak. Untuk ayah makasih yah selama ini sudah berikan kebahagiaan untuk ibu, maafkan semua kesalahan ibu ya yah, ibu sudah banyak melakukan kesalahan kepada ayah, ayah tolong jaga anak kita satu-satunya ya yah, jagain dia untuk ibu. Selamat tinggal ayah dan Putra. Ibu cinta kalian !               
                    
                                                       Ibu

Termenung sejenak suasana di bilik kamar rumah sakit. Putra pun berjanji akan membahagiakan ibunya yang telah di surga dan juga ayahnya. Dia juga tidak akan nakal lagi, dia akan turutin segala nasihat ayahnya. Akhirnya tinggallah mereka berdua untuk melanjutkan hidupnya menjadi lebih baik.



Please izin sebelum copy, thanks ! ;)

Komentar

Komentar