Adzan maghrib pun berkumandang, anak dari
Pak Gio dan Bu Indah pun belum juga pulang. “Yah, kemana si Putra, sudah
maghrib begini belum juga pulang !”,kata Ibu. “Paling masih main ke rumah aldo
bu”,sahut pak Gio. “Tapi ibu khawatir yah !”,jawab ibu sambil mondar-mandir
tidak ada tujuan. Tiba-tiba .. Jedarrr..!! suara pintu yang di tendang Putra,
“Putra, apa-apaan kamu !!”,kata Ayah Putra menahan amarah. “Ayah, kapan Putra
beli motor? Teman-teman Putra sudah pada punya yah!”,jawab Putra merengek.
“Putra, sabar nak! Ayahmu juga lagi berusaha, hargailah usaha ayahmu, jadilah
anak yang sopan !”, desak ibu sambil mengelus kepala Putra. “Ahh,” desah Putra
dan lari ke kamar.
Keesokan harinya Putra bangun dari tidurnya,
setelah menengok jam dan ternyata jam sudah menunjukkan pukul 07.00 WIB, Putra langsung
lari ke kamar mandi sambil menyahut handuk di kamarnya. “Ah sial, kenapa harus
kesiangan?” gumam Putra di dalam kamar mandi. Setelah selesai mandi Putra pun
siap-siap pergi ke sekolah. Tanpa berpamitan kepada orang tuanya Putra pun
langsung mengayuh sepedanya dengan cepat. “Dasar anak ga sopan!” gumam ayah, “Sudahlah
yah namanya juga anak-anak”,sahut ibu, “Anak-anak bu? Putra sudah besar gak
seharusnya dia di manjakan terus,dia sudah kelas 1SMA bu !”tangkas ayah.
Akhirnya Putra tiba di sekolah, satpam sekolah
baru saja menutup pintu gerbang sekolah SMA 3 Bogor. Putra diam-diam menyeludup
gerbang sekolah yang masih ada sedikit renggangan, “Hey kamu ! Dasar anak nakal
!”, bentak satpam sekolah. Putra pun langsung lari terbirit-birit menuju
parkiran sekolah. Dia lalu masuk ke kelasnya dengan tanpa ada rasa malu dan
bersalah dia langsung duduk di bangku sekolah. Guru Putra yang ada di kelas pun
hanya menggelengkan kepala karena Putra memang sudah terkenal bandel di
sekolahnya. Teng..teng..teng lantunan bel yang baru saja di pukul oleh Pak bon,
Putra dan gengnya menuju kantin sekolah yang jaraknya tak begitu jauh dari
kelas mereka. Putra membeli sebuah gelas air mineral dan satu macam jajan yang
ada di kantin sekolah.
Siang pun berlalu setelah Putra pulang sekolah
di jalan Putra menjumpai sekelompok preman yang menodong dirinya. “Heh berikan
uang jajan lo !” kata salah satu preman. “Gue gak punya uang bang!” jawab Putra
tongol. “iya gue tau lo anak orang miskin keliatan lo tuh kusut,Gue udah tau
dari tampang lo!, tampang memelas,haha”, semua kelompok preman itu tertawa.
Tanpa ada rasa takut Putra menjawab “Minggir bang gue mau lewat!”,”Berani lo ya
sama gue, hajar !!” ucap salah satu preman mengajak preman lain untuk menghajar
Putra. Putra pun di kroyok preman-preman jalan itu.
Dengan muka lembam-lembam Putra akhirnya tiba
di rumah. “Putra, kenapa kamu nak?”ucap ibu cemas. “Di kroyok bang Jali noh sama
temen-temennya bu !”sahut Putra sambil duduk di kursi ruang tamu. “Bentar ya
nak, ibu ambilkan air hangat untuk kompres lukamu”.”Cepet bu jangan lama-lama
sakit tauk!”,bentak Putra. Ibu Indah mengompres wajah anaknya yang lembam
dengan penuh hangatnya dan ketulusan. Ibu Indah sangat sayang sekali kepada
anak semata wayangnya, begitu juga dengan Pak Gio namun Pak Gio berwatak keras
dan disiplin. Maka dari itu Pak Gio tidak suka jika Putra anaknya terlalu
dimanjakan.
Prinsip hidup Pak Gio hanyalah sederhana tidak
begitu suka dengan kemewahan, kebutuhan bapak tukang buruh ini hanyalah cukup
untuk kebutuhan sehari-hari. Ibu Indah pun hanyalah tukang cuci yang setiap
harinya berkeliling kampung untuk mengambil baju-baju yang harus di cucinya.
Dengan perjuangan keras sepasang suami istri tersebut berusaha untuk menghidupi
anaknya, mereka sangat menginginkan saat besar nanti anaknya sukses kelak. Tapi
sayang dari awal mereka salah mendidik anak mereka sehingga Putra terlahir
menjadi anak yang nakal dan manja. Semua keinginan harus dituruti, walau kadang
dapat pukulan dari ayahnya namun Putra tak kapok-kapok untuk berhenti dari
masalah-masalah yang sering ia perbuat entah di sekolah maupun di rumah. Entah dapat
berubah atau tidak sifat Putra namun orang tua mereka hanya bisa berdoa dan
berdoa supaya kelak anak mereka dapat menjadi anak yang baik dan solehah.
Suatu saat Putra berangkat extra kulikuler
sepak bola, yang seminggu sebelumnya ia mendaftar menjadi anggota klub sepak
bola di sekolahnya. Semangat Putra untuk menjadi pemain sepak bola terlontarkan
ketika dia mengayuh sepedanya dengan cepat. Walau teman-temannya sering segan
dengan kelakuan nakal Putra. Namun mereka tetap solid untuk menjaga keutuhan
tim mereka. Maghrib pun tiba, berhentilah mereka berlatih bola dan Putra pun
pulang menuju rumah dengan menenteng sepatu bola yang dimilikinya. Saat Putra
belok menuju gang rumahnya tanpa tersadar tiba-tiba Gubrakkkk.. sebuah mobil
besar menabrak Putra yang berada ditengah-tengah jalan. Putra pun terlempar
jauh dari mobil yang menabraknya dan tubuhnya menghantam pohon besar yang ada
di pinggir jalan. Mobil itu pun berhenti dan terlihat Putra tergeletak di
pinggir jalan dengan darah berceceran cukup banyak.Putra pun sudah tidak
sadarkan diri. Orang yang mengendarai mobil itupun segera mencari pertolongan
warga. Warga pun sudah banyak mengenal
Putra sebelumnya, sehingga warga cepat memanggil orang tuanya yang sedang
menunggu Putra kembali ke rumah. Dibawanya tubuh Putra yang berlumut darah ke
rumah sakit.
Setibanya di rumah sakit, pihak rumah sakit pun
langsung menanganinya . Ibu dan Ayah Putra pun sangat cemas dengan keadaan
Putra yang sedang berada di ruang ICU. “Yah, bagaimana ini, aku takut terjadi
sesuatu terhadap Putra yah”,alih ibu Indah mengawali pembicaraan ditengah ketegangan seluruh orang yang mencemaskan
keadaan Putra. “Sabar bu, kita hanya bisa berdoa agar nyawa anak kita bisa
terselamatkan bu, bapak juga khawatir bu, walau bapak sering keras terhadap
Putra tetapi bapak sayang sekali sama Putra bu,”sahut Pak Gio sambil memeluk
dan membelai istriya dengan penuh kasih. “Tapi pak, bagaimana kita bisa membiayayai
seluruh tanggungan rumah sakit ini”, “Tenang bu, saya akan membiayayai seluruh
biaya pengobatan anak ibu dan bapak, itu sudah tanggung jawab saya bu, pak !”,
kata seseorang yang memutus pembicaraan pasangan suami istri tersebut. Dan
ternyata orang itu adalah orang yang menabrak Putra dan dia bersedia membantu
seluruh biaya pengobatan Putra, orang tersebut bisa di katakan orang kaya
karena ia adalah direktur utama sebuah perusahaan yang ada di Jakarta Utara,
jadi dia mampu membayar seluruh pengobatan Putra.
Tiba-tiba seorang suster keluar dari ruang ICU.
Tanpa berpikir panjang, pak Gio bertanya kepada suster bagaimana keadaan
putranya tersebut. Namun kata suster kemungkinan Putra untuk bertahan hidup
tidaklah banyak. Dan harus segera mengoprasinya. Waktu pembicaraan pak Gio
kepada suster tersebut tak banyak. Suster harus menyelesaikan tugasnya dan
meninggalkan pak Gio yang masih bertanya-tanya. Ibu Indah pun menghampiri
suaminya dan bertanya “Bagaimana keadaan anak kita pak?”. Pak Gio hanya membenamkan
kepala istrinya di dadanya. Beliau tak sanggup menjawab pertanyaan istrinya
karena takut istrinya syok.
Detik demi detik pun berlalu, sudah 3 jam
mereka menunggu penanganan dokter. Dokter akhirnya keluar dari ruangan dan
memanggil ayah korban untuk bicara lebih serius di ruangan dokter. Pak Gio
masuk ke ruang dokter dan duduk mendengar penjelasan dokter. Dokter mengatakan
bahwa penyakit yang di derita Putra sangat serius bahkan dapat menyebabkan
kematian. Ada 2 yang di alami Putra, Putra mengalami kontusio serebri(gagar otak) sehingga menyebabkan pendarahan yang cukup
serius di bagian hidung dan telinga Putra dan juga pembuluh darah yang terdapat
di salah satu ginjal Putra mengalami kebocoran sehingga secepatnya Putra harus
mendapatkan pendonor ginjal namun jika tidak nyawa Putra tak dapat di
selamatkan.
Dengan wajah yang menampakkan kesedihan, Pak
Gio keluar dari ruang dokter. Bu indah pun langsung menghampirinya. Apa boleh
buat, akhirnya pak Gio menceritakan semua yang di alami putranya kepada
istrinya walau berat. Mendengar cerita suaminya bu Indah pun pinsan beberapa
saat. Setelah sadar bu Indah mengatakan sesuatu terhadap suaminya. Bu Indah
bermaksud mendonorkan salah satu gijalnya terhadap putranya, namun pak Gio
menolaknya. Tapi bu Indah bersikeras untuk mendonorkannya karena ia tidak ingin
kehilangan putra satu-satunya. Beliau sangat sayang terhadap Putra. Walau berat
akhirnya pak Gio setuju dengan usulan istrinya tersebut.
Operasi pun segera dilaksanakan, bu Indah siap
dengan keadaan apapun demi anaknya. Bu Indah sudah mengenakan pakaian serba
hijau dan terlentang di ranjang rumah sakit. Bu Indah memanggil suaminya untuk
memberikan sepucuk surat untuk Putra dan dirinya. Perlahan ranjang terdorong
masuk keruang operasi. Dengan melambaikan tangan terhadap suaminya, dalam hati
bu Indah mengatakan bahwa dia sangat sayang anak dan suaminya.
Hampir 6 jam operasi belum juga selesai, pak
Gio dan orang yang menabrak Putra terlihat panik dan senantiasa memanjatkan doa
kepada Tuhan. Krekk.. pintu operasi terbuka. Dengan raut kesedihan dokter
keluar dari ruangan dan memberitahukan bahwa operasi ginjal ke dalam tubuh Putra
berhasil. Namun sangat disayangkan nyawa bu Indah pun tak dapat diselamatkan.
Saat pengambilan ginjal bu Indah mengalami pendarahan hebat, dan membutuhkan
darah yang cukup banyak. Namun waktu sangat singkat, nyawa bu Indah lebih dulu
di ambil oleh yang Maha Kuasa. Pak Gio tak sanggup menahan tetesan air mata.
Dia sangat bersalah tak dapat menjaga istrinya. Pihak rumah sakit pun meminta
maaf, dengan segala usaha penanganannya tak dapat menolong bu Indah yang kini
telah tiada.
Terik matahari membangunkan Putra dari komanya,
akhirnya ia dapat melihat dunia kembali setelah hampir sebulan ia tak sadarkan
diri. Pak Gio langsung memeluknya, beliau bersyukur anak satu-satunya masih
dapat hidup menemaninya. “Ayah,”kata pertama di ucapkan Putra. “Iya nak,” jawab
pak Gio berlinang air mata. “Ibu.. ibu kemana yah?” panggilan putra untuk
ibunya. Pak Gio menceritakan semua yang berlalu. Putra merasa bersalah sekali
karna selama ini Putra tak patuh kepada ibunya, sering membentak-bentak ibunya,
dan membengkang semua perkataan ibunya. Putra pun mejerit “Ibuuuu... Ibuuuuuu..
maafkan Putra ibuu.. Putra tak pernah mau mendengar perkataan ibu.. ibuu!!
Hikhikhik”. Pak Gio memeluknya erat-erat seakan tak mau kehilangan orang yang
di sayang kedua kalinya. “Oya nak, ayah punya surat dari ibumu untuk kita
berdua. Surat ini di berikan ibumu sebelum operasi di laksanakan.” Kata pak
Gio. Isi surat tersebut tidak lain :
Untuk :Ayah Gio dan Putra
Yah, Putra, ibu cinta kalian, maafkan ibu jika
suatu saat ibu tinggalkan kalian, untuk Putra jangan nakal lagi ya nak, buatlah
ibu dan bapakmu bangga, ibu telah mendonorkan salah satu ginjal ibu kepadamu
tolong jaga baik-baik ya ginjal ibu? Ibu akan selalu ada untukmu, ibu ada di
hatimu nak. Untuk ayah makasih yah selama ini sudah berikan kebahagiaan untuk
ibu, maafkan semua kesalahan ibu ya yah, ibu sudah banyak melakukan kesalahan
kepada ayah, ayah tolong jaga anak kita satu-satunya ya yah, jagain dia untuk
ibu. Selamat tinggal ayah dan Putra. Ibu cinta kalian !
Ibu
Termenung
sejenak suasana di bilik kamar rumah sakit. Putra pun berjanji akan
membahagiakan ibunya yang telah di surga dan juga ayahnya. Dia juga tidak akan
nakal lagi, dia akan turutin segala nasihat ayahnya. Akhirnya tinggallah mereka
berdua untuk melanjutkan hidupnya menjadi lebih baik.
Please izin sebelum copy, thanks ! ;)
Please izin sebelum copy, thanks ! ;)
Komentar